Kelas 7, what do u think about that? Kelas dengan
anak-anak yang rame, cempreng, alay ‘n para selfi-ers? Mulai dari yang pendiam
sampai yang paling jago teriak, mulai dari yang feminim sampai yang tomboy,
mulai dari yang tulen sampai –katanya– macho semua ada disini. 2 bulan hidup
bareng mereka itu rasanya, hmmmm… nona-nona, eh nano-nano :D
Yach, mengampu mata pelajaran matematika yang terkenal
menyeramkan memang harus punya cara PDKT tersendiri. Maka cerita dongeng,
membaca karakter kepribadian sampai cerita seram tentang pocong-pun harus
dipake untuk menarik perhatian mereka agar mau memperhatikan pelajaran ini. Al
hasil jadilah membaca karakter kepribadian dengan cara membaca golongan darah
menjadi cerita pertama buat “dipamerin” ke anak-anak :D
#1
“siapa yang golongan darahnya #B?” dengan cara menjawab
khas anak-anak desa yang keras bin cempreng –maklum karena faktor biologis…usia
segitu emang suaranya lagi cempreng2nya hehehe…– “aku pak…aku pak…” teriaknya
sambil angkat tangan tinggi-tinggi.
“Si #B itu begini, begini…” sontak saja karakter yang
lucu langsung mendapat respon dengan suara tawa yang khas –cempreng– dan sangat
keras, kalo sekelas ketawa semua mungkin telinga gue bisa jebol kali yak…
#2
“anak-anak…kalian tahu, jika asal seseorang bisa diketahui
dari caranya tertawa?” seruku saat tawa anak-anak mulai lepas kendali. “masak
pak?” jawab mereka kompak. “begini…” jawabku sambil menata intonasi dan
memasang mimik serius. “cara ketawa seseorang itu bisa dipakai buat mendeteksi
asal seseorang. Jika ketawanya begini…” ku pasang wajah senyum dan tawa yang
hanya terkekeh, “itu tandanya dia orang kota” ku lihat mereka masih pada diam,
suara tawa perlahan menghilang. Mereka mulai mempraktekkan apa yang aku
sampaikan. “nah, kalo ketawanya begini…” ku lanjutkan ceritaku sambil memberi
contoh ketawa jenis kedua dengan isyarat tangan terbuka kaya’ mulut buaya yang
lagi ngantuk, “itu tandanya anak desa”, “hahahahaaa…..” langsung dech kelas
pecah gara-gara ketawa mereka yang meledak tiba-tiba sambil saling tunjuk satu
sama lain “kamu…” “si A pak…” “si B pak…” teriak mereka membela diri. Tak sadar
mereka ketawa dengan sangat keras dan terbahak tanpa henti. “nah kalo yang kaya
gini dang a bisa nutup…” tanganku mempraktekkan lagi gaya buaya yang nguap
karena ngantuk, “itu tandanya dia anak hutan…” “hahahaa….” Makin bahak dan tak
berujung mereka ketawa. Bahkan ada beberapa yang tetap tertawa sampai pelajaran
usai, yach kira-kira 20 menitlah dia ketawa tanpa bisa berhenti. “nah ini
contoh anak hutan tulen” tutupku sebelum mengajak mereka berkemas karena waktu
pulang telah tiba :D
#3
“pak, obat galau apa ya..” tetiba saja celoteh lirih itu
menyasar padaku saat sesi cerita baru mau dimulai. Batinku “waduh, cilik-cilik
wes galau,ckckck…” sekalian aku blow-up
aja di kelas biar rame dan bisa jadi bahan buat ngasih pelajaran akhlak pada
mereka. “hmm…galau…ada yang tau galau itu apa, siapa yang lagi galau?” tanyaku
sambil menyapukan pandanganku ke penjuru kelas. Tampak air muka anak-anak mulai
memerah, mungkin menahan malu. “anak-anak, ngapain to kalian suka banget
galau?” sengaja ku berondong pertanyaan-pertanyaan retoris ke mereka agar
mereka tak bisa menjawab, agar mereka merenung. “kalau kalian galau gara-gara
cowok/cewek hmmm…malu-malauin” kataku sembari memberi penekanan khusus pada
kata terakhir. Kulihat air muka mereka terlihat penasaran. Mungkin kalo
diterjemahkan dalam bahasa verbal jadinya kurang lebih gini “kok bisa pak?” sengaja
ku jeda penjelasan agar ada ruang buat mereka berfikir. “lha iyaa…yang cewek,
kagak malu tuh kamu ditraktir sama cowokmu, padahal cowokmu masiih minta uang
jajan ke orang tuanya…” sontak saja mereka ketawa lepas sambil menunjuk
teman-teman mereka yang punya pacar. Ku biarkan sejenak biar yang
anak-anak putri yang sudah punya pacar
menahan malu. Terlihat satu-dua orang yang makin merah air mukanya. “nah…yang
anak-anak cowo, kagak malu apa kalian ntraktir cewek kalian pake uang orang tua
kalian?” “hahaha…” tawa cempreng tetiba saja membaha, menggema seantero kelas.
Seolah pembalasan karena telah diejek tadi. “dia pak…” “si A pak…” “tuuh
dengerin…” teriak mereka sambil menunjukkan jari-jarinya kea rah temannya yang
laki-laki. So, aku berpesan pada siswa-siswaku “yang masih punya pacar, udah…putusin
aja.” Tampak rona merah karena malu telah punya pacar.
#4
Oh yaa…ada yang telewat dari cerita perkenalanku.
Kejadian yang sudah lazim sekali adalah ketika diberi pertanyaan oleh guru dan
siswa tidak bisa menjawab pasti ekspresinya kalo ndak menunduk yaa tersenyum gitu. Nah agar itu tidak terjadi selama
pembelajaran matematika aku kasih nasehat dulu ke anak-anak. Begini…
“anak-anak, bahasa iitu ada dua. Verbal dan non-verbal”
jelasku membuka nasehat. “apa itu pak?” terdengar suara tanpa rupa bertanya
dari barisan belakang. “verbal itu bahasa yang bisa ditanggap, kaya gini, saya
bicara dengan kalian ini adalah contoh bahasa verbal” ku kasih jeda biar mereka
mikir dulu, mencerna kata-kataku yang mungkin terlalu baku dan mengandung
kosakata yang baru mereka dengar. “selanjutnya non-verbal. Itu bahasa tubuh,
mimik wajah. Senyum, cemberut DeeLeL itu contoh bahasa non-verbal” ku jeda
lagi, tampak bebera wajah mengerut, mencoba mencerna apa yang aku sampaikan.
“nah, jadi kalo saya pertanyaan saya menggunakan bahasa verbal, tolong dijawab
dengan bahasa verbal yaa…jangan pake bahasa non-verbal. Saya tidak paham arti
bahas non-verbal kalian” kataku sambil memasang senyum lebar dan menyapukan ke
penjuru kelas. “artinya apa kalian bisa mengerjakan, apa kalian malu apa
kalian…” “gila pak!” teriak anak laki-laki dari pojok belakang. Sontak saja itu
membuat seantero kelas terbahak. Meledakkan tawa cempreng khas mereka di dalam
kelas. Kubiarkan beberapa waktu agar reda dan aku ajak kembali fokus ke materi
pelajaran
#5
Diantara sekian banyak anak yang aku ajar, ada segelintir
yang suka dengan isu-isu aktual. Tentang pilpres, jokowi palestina dan bahkan
ISIS. Pada saat karnaval, dia sempat request
agar tema cerita besok adalah ISIS. “yaa…”jawabku saja sambil lalu karena masih
ngurus minuman buat semua rombongan karnaval dari sekolahku. Ternyata ketika
sesi cerita mau dimulai dia langsung teriak lantang “ISIS pak…ISIS…” dengan
santai saja ku jawab “itu Cuma boneka”. Pengen ketawa ketika melihat raut wajah
mereka yang ndomblong setelah
mendengar jawabanku tadi. “kok bisa pak?” teriak mereka kompak. Yach ku
jelaskan aja secara singkat agar mereka tahu mengapa. *sensored disini hehehe…
*
#6
Salah satu tema yang aku angkat tanpa permintaan
anak-anak adalah tentang Pelestina. Kisah tentang sekolah dan lingkungan
anak-anak Palestina. Aku jelaskan ”betapa beruntungnya kalian disini, bisa
sekolah, bermain dengan nyaman dan aman. Tapi kalian tahu cerita tentang anak-anak
di Palestina sana?” tanyaku sembari memberi jeda. Kusapukan pandangan ke
penjuru kelas, terlihat mereka terpancing untuk memperhatikan. “tempat main
mereka adalah puing gedung dan senantiasa berbahaya, bukan karena puing yang
bisa roboh setiap saat tapi…” terlihat mereka makin penasaran “tempat favorit
mereka adalah masjid, buku favorit mereka adalah Al Qur’an dan cita-cita mereka
adalah mati syahid…” kataku dengan air muka serius. “hahhh…”suara bernada tak
percaya diikuti raut bengong langsung jelas nampak di wajah-wajah lugu mereka.
“Ya! Mereka senantiasa menjaga sholat, bahkan di usia seperti kalian banyak
dari anak-anak Palestina yang sudah hafal Al Qur’an” ku jeda agar fikiran
mereka kembali dari alam imajinasi dan ketidakpercayaan. “tahukah kalian…mereka
mewakili kita disana…menjaga masjid suci umat islam, Al Aqsha…” kataku terbata,
mengeja intonasi agar makin terasa bermakna. “dan kemarin…ketika ada aksi
menggalang dana di Semarang untuk membantu Palestina…terkumpul 105 juta” kataku
masih dengan mengeja kata. “Alhamdulillah…” seru mereka. “bilang Alhamdulillah
itu kalian membantu apa? Jangan-jangan malah membantu Israel yang menyerang
Palestina” sindirku “haahhh!!!” raut bengong kembali mewarnai wajah mereka. Ku
jeda sesaat dan ku tutup ceritaku dengan “ya, googling aja produk-produk Israel
dan lihat dapur, kamar mandi dan rumah kalian”
#7
Sewaktu aku kuliah, sering kali aku dipeseni agar mengilmui semua yang aku amalkan dan mengamalkan
semua yang aku ilmui” ini pun aku sampaikan ketika memberikan pesan moral ke
anak-anak. Sholat dhuha. Ku sampaikan keutamaan-keutamaannya. Pernah suatu
ketika ada anak yang bertanya “pak, kok bapak bisa pinter matematika sih? Apa
rahasianya?” kujawab entang “perbanyak dan perlama sujud” lantas ku jelaskan
hasil penelitian ilmuwan barat yang mengungkap rahasia sujud yang berhubungan
dengan kecerdasan. Alhamdulillah mulai banyak anak-anak yang melakukan sholat
dhuha.
Yach, masih terlalu banyak cerita tentang pengalaman
mengajar, tak bisalah disampaikan dalam tulisan ini. Kalo dalam bahasaku begini
“Waktu 2 bulan tak bisa disederhanakan dalam 3 halaman tulisan ini” yang jelas,
terimakasih atas kesempatan langka ini.
Setelah ini, pelajaran matematika akan tetap menyenangkan
bahkan lebih menyenangkan dengan guru yang baru. Beliaulah guru matematika yang
sebenarnya. Yang lebih bisa mengajarkan penambahan dan pengurangan, perkalian
dan pembagian serta pangkat dan akar, tidak seperti aku yang Cuma bisa
mendongeng di kelas.
Belajarlah lebih keras, lebih cerdas karena masa depan
kalian masih begitu panjang dan begitu berwarna. Aku hanya menjadi sekeping
mozaik yang sangat kecil dalam puzzle kehidupan kalian…
#Quotes
“Sebaik-baik siswa putra adalah yang paling memuliakan
temannya yang putri”
“Sebaik-baik siswi adalah yang paling tidak tergoda oleh
rayuan temannya yang putra”
“Perbanyak dan pelama sujudmu agar engkau menjadi lebih
cerdas”
“Pada dasarnya semua siswa itu cerdas, hanya saja mungkin
guru belum bisa mengetahui dan mengembangkan kecerdasan siswa”