Sabtu, 07 Desember 2013

Kebenaran dan Pembenaran

Di era kebangkitan, semangat menegakkan kebenaran di depan penguasa adalah inti dari amal. Di awalnya ia akan merasakan keresahan atas realita yang ada, dan dalam kegundahan tak berujung pangkal. Ia kesepian. Muncul keprihatinan, keresahan, kemarahan dan kesucian yang lahir dari jiwa yang merdeka, bebas mengangkasa.

Lantas dari keresahan itu masuklah ia ke alam perenungan nan jauh dan dalam. Disini ia bertemu dengan berbagai konsepsi pemikiran, ideologi dan juga, nafsu. Maka pergulatan antara semuanya terasa begitu melelahkan, menyedot semua energi spiritual, semua dalam hening. Perang itu hanya terjadi di alam batinnya. Masalah-masalah yang ada lantas bermunculan satu persatu, layaknya scane dalam film-film laga. Begitu hebat, namun hanya sepenggal. Dan disinilah pangkal dari segala kerusakan. Dan juga kebaikan. Ia bergulat dengan fikirannya, dengan nafsunya. Mencari kebenaran atau pembenaran. Di era kebangkitan, kita hampir-hampir tidak bisa membedakan, mana niat kebenaran dan mana niat pembenaran. Karena ia terejawantah dalam satu amal. Perlawanan. Dan, era kejayaanlah yang akan menjawabnya.

Kejayaan. Disana penuh sorak, penuh popularitas. Namanya tiba-tiba saja melambung, mengangkasa, besar. Banyak orang tiba-tiba ingin mendekat, sok akrab. Namun disinilah ujiannya. Dan disini kebenaran dan pembenaran menunjukkan jati diri sebenarnya. Mereka terpisah layaknya air dan minyak. Jelas. Kebenaran bertransformasi menjadi obsesi kesempurnaan. Ia berkarya, bekerja dan melayani dengan sempurna. Obsesinya tidak lagi tentang diri dan bumi, namun besar dan mengangkasa. Ya, obsesi kesempurnaan akan penilaian Tuhan. Maka pandangannya meneduhkan karena ia lahir dari cinta. Wajahnya murah senyum karena semangat melayani. Langkahnya tegap karena lahir dari semangat berkarya. Ia memenuhi hari-harinya dengan amal, dengan kerja. Penunggang kuda di siang hari dan rahib di malam hari. Begitu kesehariannya.

Namun pembenaran, ia bertransformasi menjadi ketamakan, keserakahan, kehausan akan pujian. Setiap hari yang difikirkan adalah bagaimana memperkaya diri, bagaimana menutupi aib, bagaimana mengabadi. Dan kita dapati ia begitu sibuk lobi sana-sini untuk menjaga eksistensi diri. Rakyatnya ia telantarkan. Tak dipandangnya walau ribuan singa hendak menerkam rakyatnya. Ia hanya sibuk menumpuk harta.

Maka mari kita berhati-hati kawan, jangan sampai salah niat dalam setiap gerak kita. Jangan salah memilih pemimpin. Jangan jadikan serigala untuk menjaga domba-domba kita. Pilihlah atas dasar iman, karena iman itu meneduhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar