Sabtu, 12 April 2014

Ketika Ikhwan Jatuh Cinta

"Rabbana...Hablana min azwajina..."
Desahnya terhenti. Doa itu tak mampu ia selesaikan. Tetiba saja desahnya hilang. Hening. Dan mutiara jernih itu mengalir indah. Disertai getar tubuhnya.

Ya! Bergetar hebat. Tubuh kekarnya mendadak rapuh dalam tangis yang tertahan.

Ia masih membisu dalam duduknya setelah salam di tengah malam. Serasa sudah tak punya tenaga, ia mengadu penuh iba. "Yaa Allah..." bisiknya di tengah isak. Seakan air bah, tak tertahan. Namun tetap tanpa suara.

"Segala puji bagiMu..." dalam isak yang makin tak tertahan. Deras. Sampai akhirnya pecah, tak tertahan.

Tersungkur. Ia roboh.

Malu.

"atas rasa ini, fitrah ini..." tak berani ia menengadah. Malu pada Ar Rahman. atas lalai diri, hati.

Terdiam. Namun jelas, ia terengah. Seakan lelah berlari. Dan akhirnya pecah dalam getar hebat dan tangis.

Terbang, mengembara dalam memori. Ia menyusuri setiap keping peristiwa. Sejak awal pertemuan, pertemanan, dalam masalah, konflik dan perdebatan. Tetiba saja sekebat hijab putih menyeruak jelas, menjejali memorinya. Terlihat jelas ia berkibar, namun sang pemilik tetap tak terlihat. Samar.

"Ampun Yaa Rabb..." tangisnya pecah, getarnya hebat. Sampai jangkrik pun tak kuasa menenangkannya. Sampai isaknya terdengar sayup di pekarangan.

Ia bersalah, berdosa atas rasa yang ada. "Sungguh...hamba belum mampu..." suaranya tersendat "...tak bisa menjaga fitrahMU...". Penuh, menyesaki memori. Bayang jilbabnya indah, mempesona dengan akhlak yang ia punya.

"Astaghfirulloh...astaghfirulloh..." berulangkali bibirnya mengucap istighfar. Memohon ampun atas keliaran memorinya, atas bayang yang tak pantas, tak halal bahkan hanya dalam angan. Tapi dalam hati ia mengakui, pesona akhlaknya membuat ia terpana.

Makin dalam, makin lama sambil otot-ototnya mengejang. Ia membenamkan muka dalam sujudnya. Merasa sungguh hina atas rasa yang tak pantas ada. "Sungguh rasa ini... terlalu suci untuk diri yang hina ini..."

"Yaa Rabb...rasa ini terlalu dini untuk diri semuda ini" Terdengar rintihnya berpadu dalam isak, sedu sedan.
Astaghfirulloh...
Astaghfirulloh...
Astaghfirulloh...
Astaghfirulloh...
Terus terdengar sampai ia benar-benar rubuh tak sadarkan diri...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar