Sabtu, 19 Oktober 2013

Penuh Prasangka

"Mas amplope endi?"
"Ko laka kaose?"
"Mas sampeyan olih bayaran pira?"

Hehehe...itulah kesan beberapa masyarakat yang kami temui sepanjang aktivitas kami mengenalkan pasangan Fikri Berkah kepada masyarakat di kabupaten tegal. Kesan yang seolah-olah lazim dan predicable saat musim pilkada seperti sekarang ini. Namun bukan itu yang menjadi inti tulisanku di malam ini.
Bagaimanapun respon yang sangat wajar ketika masyarakat "minta mahar" atas suara mereka. Karena sejarah politik kita di era orba telah mengajarkan demikian maka bukan perkara mudah untuk menghilangkan persepsi "mahar" itu dalam kehidupan politik kita. Pun saya juga mengakui bahwa praktek-praktek pemberian "mahar" ini masih jalan instan bagi mereka yang punya modal untuk meraih kekuasaan. Disini praktek seperi itu sudah lumrah. Alasannya klise, "masyarakat tak mau dibohongi oleh janji-janji manis kampanye". Jadi mereka meminta "mahar" ini agar besok-besok kalau sudah jadi lupa tidak menjadi masalah karena kami sudah mendapatkannya dimuka".
Namun kami bukan calon bupati yang bermodal. Jadi kami tidak bisa memberikan "mahar" itu. Yang kami miliki adalah cinta yang siap kami berikan kepada masyarakat. Maka dari itu kami galakkan silaturohim ke mereka. Kami ketuk satu per satu rumah,kami sampaikan salam, kami kenalkan pada calon yang kami usung. Dan hasilnya...subhanalloh....sungguh beragam. Ada yang sudah mengenal kami dan memberikan dukungan dengan ikhlas namun ada juga yang "meminta mahar" namun kami hanya bisa memberikan senyuman. Bahkan ada juga yang mendapatkan respon yang menantang, hehehe... bagi kami, itu adalah refleksi cinta kami. Maka, tidak ada sikap lain selain meningkatkan rasa cinta kami kepada masyarakat, karena kami yakin cinta selalu terbalas cinta dan pada akhirnya kan berbuah syurga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar