Minggu, 21 September 2014

Ini Kisahku tentang Kelas 7


Kelas 7, what do u think about that? Kelas dengan anak-anak yang rame, cempreng, alay ‘n para selfi-ers? Mulai dari yang pendiam sampai yang paling jago teriak, mulai dari yang feminim sampai yang tomboy, mulai dari yang tulen sampai –katanya– macho semua ada disini. 2 bulan hidup bareng mereka itu rasanya, hmmmm… nona-nona, eh nano-nano :D
Yach, mengampu mata pelajaran matematika yang terkenal menyeramkan memang harus punya cara PDKT tersendiri. Maka cerita dongeng, membaca karakter kepribadian sampai cerita seram tentang pocong-pun harus dipake untuk menarik perhatian mereka agar mau memperhatikan pelajaran ini. Al hasil jadilah membaca karakter kepribadian dengan cara membaca golongan darah menjadi cerita pertama buat “dipamerin” ke anak-anak :D

#1
“siapa yang golongan darahnya #B?” dengan cara menjawab khas anak-anak desa yang keras bin cempreng –maklum karena faktor biologis…usia segitu emang suaranya lagi cempreng2nya hehehe…– “aku pak…aku pak…” teriaknya sambil angkat tangan tinggi-tinggi.
“Si #B itu begini, begini…” sontak saja karakter yang lucu langsung mendapat respon dengan suara tawa yang khas –cempreng– dan sangat keras, kalo sekelas ketawa semua mungkin telinga gue bisa jebol kali yak…

#2
“anak-anak…kalian tahu, jika asal seseorang bisa diketahui dari caranya tertawa?” seruku saat tawa anak-anak mulai lepas kendali. “masak pak?” jawab mereka kompak. “begini…” jawabku sambil menata intonasi dan memasang mimik serius. “cara ketawa seseorang itu bisa dipakai buat mendeteksi asal seseorang. Jika ketawanya begini…” ku pasang wajah senyum dan tawa yang hanya terkekeh, “itu tandanya dia orang kota” ku lihat mereka masih pada diam, suara tawa perlahan menghilang. Mereka mulai mempraktekkan apa yang aku sampaikan. “nah, kalo ketawanya begini…” ku lanjutkan ceritaku sambil memberi contoh ketawa jenis kedua dengan isyarat tangan terbuka kaya’ mulut buaya yang lagi ngantuk, “itu tandanya anak desa”, “hahahahaaa…..” langsung dech kelas pecah gara-gara ketawa mereka yang meledak tiba-tiba sambil saling tunjuk satu sama lain “kamu…” “si A pak…” “si B pak…” teriak mereka membela diri. Tak sadar mereka ketawa dengan sangat keras dan terbahak tanpa henti. “nah kalo yang kaya gini dang a bisa nutup…” tanganku mempraktekkan lagi gaya buaya yang nguap karena ngantuk, “itu tandanya dia anak hutan…” “hahahaa….” Makin bahak dan tak berujung mereka ketawa. Bahkan ada beberapa yang tetap tertawa sampai pelajaran usai, yach kira-kira 20 menitlah dia ketawa tanpa bisa berhenti. “nah ini contoh anak hutan tulen” tutupku sebelum mengajak mereka berkemas karena waktu pulang telah tiba :D

#3
“pak, obat galau apa ya..” tetiba saja celoteh lirih itu menyasar padaku saat sesi cerita baru mau dimulai. Batinku “waduh, cilik-cilik wes galau,ckckck…” sekalian aku blow-up aja di kelas biar rame dan bisa jadi bahan buat ngasih pelajaran akhlak pada mereka. “hmm…galau…ada yang tau galau itu apa, siapa yang lagi galau?” tanyaku sambil menyapukan pandanganku ke penjuru kelas. Tampak air muka anak-anak mulai memerah, mungkin menahan malu. “anak-anak, ngapain to kalian suka banget galau?” sengaja ku berondong pertanyaan-pertanyaan retoris ke mereka agar mereka tak bisa menjawab, agar mereka merenung. “kalau kalian galau gara-gara cowok/cewek hmmm…malu-malauin” kataku sembari memberi penekanan khusus pada kata terakhir. Kulihat air muka mereka terlihat penasaran. Mungkin kalo diterjemahkan dalam bahasa verbal jadinya kurang lebih gini “kok bisa pak?” sengaja ku jeda penjelasan agar ada ruang buat mereka berfikir. “lha iyaa…yang cewek, kagak malu tuh kamu ditraktir sama cowokmu, padahal cowokmu masiih minta uang jajan ke orang tuanya…” sontak saja mereka ketawa lepas sambil menunjuk teman-teman mereka yang punya pacar. Ku biarkan sejenak biar yang anak-anak  putri yang sudah punya pacar menahan malu. Terlihat satu-dua orang yang makin merah air mukanya. “nah…yang anak-anak cowo, kagak malu apa kalian ntraktir cewek kalian pake uang orang tua kalian?” “hahaha…” tawa cempreng tetiba saja membaha, menggema seantero kelas. Seolah pembalasan karena telah diejek tadi. “dia pak…” “si A pak…” “tuuh dengerin…” teriak mereka sambil menunjukkan jari-jarinya kea rah temannya yang laki-laki. So, aku berpesan pada siswa-siswaku “yang masih punya pacar, udah…putusin aja.” Tampak rona merah karena malu telah punya pacar.

#4
Oh yaa…ada yang telewat dari cerita perkenalanku. Kejadian yang sudah lazim sekali adalah ketika diberi pertanyaan oleh guru dan siswa tidak bisa menjawab pasti ekspresinya kalo ndak menunduk yaa tersenyum gitu. Nah agar itu tidak terjadi selama pembelajaran matematika aku kasih nasehat dulu ke anak-anak. Begini…
“anak-anak, bahasa iitu ada dua. Verbal dan non-verbal” jelasku membuka nasehat. “apa itu pak?” terdengar suara tanpa rupa bertanya dari barisan belakang. “verbal itu bahasa yang bisa ditanggap, kaya gini, saya bicara dengan kalian ini adalah contoh bahasa verbal” ku kasih jeda biar mereka mikir dulu, mencerna kata-kataku yang mungkin terlalu baku dan mengandung kosakata yang baru mereka dengar. “selanjutnya non-verbal. Itu bahasa tubuh, mimik wajah. Senyum, cemberut DeeLeL itu contoh bahasa non-verbal” ku jeda lagi, tampak bebera wajah mengerut, mencoba mencerna apa yang aku sampaikan. “nah, jadi kalo saya pertanyaan saya menggunakan bahasa verbal, tolong dijawab dengan bahasa verbal yaa…jangan pake bahasa non-verbal. Saya tidak paham arti bahas non-verbal kalian” kataku sambil memasang senyum lebar dan menyapukan ke penjuru kelas. “artinya apa kalian bisa mengerjakan, apa kalian malu apa kalian…” “gila pak!” teriak anak laki-laki dari pojok belakang. Sontak saja itu membuat seantero kelas terbahak. Meledakkan tawa cempreng khas mereka di dalam kelas. Kubiarkan beberapa waktu agar reda dan aku ajak kembali fokus ke materi pelajaran

#5
Diantara sekian banyak anak yang aku ajar, ada segelintir yang suka dengan isu-isu aktual. Tentang pilpres, jokowi palestina dan bahkan ISIS. Pada saat karnaval, dia sempat request agar tema cerita besok adalah ISIS. “yaa…”jawabku saja sambil lalu karena masih ngurus minuman buat semua rombongan karnaval dari sekolahku. Ternyata ketika sesi cerita mau dimulai dia langsung teriak lantang “ISIS pak…ISIS…” dengan santai saja ku jawab “itu Cuma boneka”. Pengen ketawa ketika melihat raut wajah mereka yang ndomblong setelah mendengar jawabanku tadi. “kok bisa pak?” teriak mereka kompak. Yach ku jelaskan aja secara singkat agar mereka tahu mengapa. *sensored disini hehehe… *

#6
Salah satu tema yang aku angkat tanpa permintaan anak-anak adalah tentang Pelestina. Kisah tentang sekolah dan lingkungan anak-anak Palestina. Aku jelaskan ”betapa beruntungnya kalian disini, bisa sekolah, bermain dengan nyaman dan aman. Tapi kalian tahu cerita tentang anak-anak di Palestina sana?” tanyaku sembari memberi jeda. Kusapukan pandangan ke penjuru kelas, terlihat mereka terpancing untuk memperhatikan. “tempat main mereka adalah puing gedung dan senantiasa berbahaya, bukan karena puing yang bisa roboh setiap saat tapi…” terlihat mereka makin penasaran “tempat favorit mereka adalah masjid, buku favorit mereka adalah Al Qur’an dan cita-cita mereka adalah mati syahid…” kataku dengan air muka serius. “hahhh…”suara bernada tak percaya diikuti raut bengong langsung jelas nampak di wajah-wajah lugu mereka. “Ya! Mereka senantiasa menjaga sholat, bahkan di usia seperti kalian banyak dari anak-anak Palestina yang sudah hafal Al Qur’an” ku jeda agar fikiran mereka kembali dari alam imajinasi dan ketidakpercayaan. “tahukah kalian…mereka mewakili kita disana…menjaga masjid suci umat islam, Al Aqsha…” kataku terbata, mengeja intonasi agar makin terasa bermakna. “dan kemarin…ketika ada aksi menggalang dana di Semarang untuk membantu Palestina…terkumpul 105 juta” kataku masih dengan mengeja kata. “Alhamdulillah…” seru mereka. “bilang Alhamdulillah itu kalian membantu apa? Jangan-jangan malah membantu Israel yang menyerang Palestina” sindirku “haahhh!!!” raut bengong kembali mewarnai wajah mereka. Ku jeda sesaat dan ku tutup ceritaku dengan “ya, googling aja produk-produk Israel dan lihat dapur, kamar mandi dan rumah kalian”

#7
Sewaktu aku kuliah, sering kali aku dipeseni agar mengilmui semua yang aku amalkan dan mengamalkan semua yang aku ilmui” ini pun aku sampaikan ketika memberikan pesan moral ke anak-anak. Sholat dhuha. Ku sampaikan keutamaan-keutamaannya. Pernah suatu ketika ada anak yang bertanya “pak, kok bapak bisa pinter matematika sih? Apa rahasianya?” kujawab entang “perbanyak dan perlama sujud” lantas ku jelaskan hasil penelitian ilmuwan barat yang mengungkap rahasia sujud yang berhubungan dengan kecerdasan. Alhamdulillah mulai banyak anak-anak yang melakukan sholat dhuha.

Yach, masih terlalu banyak cerita tentang pengalaman mengajar, tak bisalah disampaikan dalam tulisan ini. Kalo dalam bahasaku begini “Waktu 2 bulan tak bisa disederhanakan dalam 3 halaman tulisan ini” yang jelas, terimakasih atas kesempatan langka ini.

Setelah ini, pelajaran matematika akan tetap menyenangkan bahkan lebih menyenangkan dengan guru yang baru. Beliaulah guru matematika yang sebenarnya. Yang lebih bisa mengajarkan penambahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian serta pangkat dan akar, tidak seperti aku yang Cuma bisa mendongeng di kelas.

Belajarlah lebih keras, lebih cerdas karena masa depan kalian masih begitu panjang dan begitu berwarna. Aku hanya menjadi sekeping mozaik yang sangat kecil dalam puzzle kehidupan kalian…

#Quotes
“Sebaik-baik siswa putra adalah yang paling memuliakan temannya yang putri”
“Sebaik-baik siswi adalah yang paling tidak tergoda oleh rayuan temannya yang putra”
“Perbanyak dan pelama sujudmu agar engkau menjadi lebih cerdas”
“Pada dasarnya semua siswa itu cerdas, hanya saja mungkin guru belum bisa mengetahui dan mengembangkan kecerdasan siswa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar